Senin, 19 Oktober 2009

Bangunan Air

TEKNIS REHABILITASI BANGUNAN KEAIRAN

1. JENIS BANGUNAN

Bangunan sipil umumnya dapat dikelompokkan dalam bangungan gedung dan infrastruktur, bangunan jalan dan drainasi, serta bangunan keairan atau pengairan. Bangunan pengairan minimal dapat dipisahkan dalam 3 kategori yaitu:

1. Bangunan pemanfaatan

Berupa bangunan-bangunan air yang menjadi sarana penggunaan air misalkan bangunan bendung, bendungan, bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan prasarana pompa, bangunan pembangkit tenaga, bangunan navigasi dan lain-lain.

2. Bangunan konservasi

Termasuk didalamnya jenis bangunan yang fungsinya mempertahankan/ melindungi eksistensi potensi air misalkan bangunan dam penahan sedimen, bangunan pelindung dasar sungai, bangunan krib, pelimpah, pintu pembagi banjir, tanggul banjir, bangunan retensi.

3. Bangunan fasilitas

Adalah jenis bangunan yang melengkapi sistem jaringan agar dapat berfungsi optimal misalkan jembatan, talang, siphon, gorong-gorong.

Bangunan irigasi termasuk bangunan pemanfaatan yang dapat pula dikelompokkan bangungan pengairan. Disamping bangungan irigasi, yang termasuk dalam bangunan pengairan antara lain:

- bangunan sungai

- bangunan pengatur sedimen (sabo)

- bangunan pengaman pantai dan sebagainya.

Macam/jenis bangunan pengairan antara lain sebagai berikut:

1. Bangunan irigasi

· Bangunan bendung

· Bangunan pengatur tinggi muka air

· Pelimpah

· Bagi

· Sadap

· Corongan

· Terjun

· Terjun miring

· Gorong-rorong

· Jembatan

· Bangunan silang pembuang

· Ttalang

· Got miring

· Tangga cuci

· Tempat mandi hewan

· Pemasukan

· Penguras

· Plat pelayanan

2. Bangunan sungai

· Jembatan

· Pemasukan

· Pintu bagi

· Tanggul

· Dinding penahan/parapet

3. Bangunan pengatur sedimen

· Chek dam

· Sabo dam

· Slit dam

4. pengaman pantai

· Jetty

· Krib sejajar pantai, dsb.

2. SISTEM JARINGAN BANGUNAN KEAIRAN

Yang termasuk dalam jaringan bangunan keairan antara lain adalah saluran, bangunan, areal irigasi beserta bangunan fasilitas lainnya. Pengelolaan bangunan pengairan tidak dapat dilaksanakan per satuan ruas tertentu namun harus satu kesatuan sistem. Istilah yang digunakan dalam pengelolaan bangunan pengairan adalah “one river – one plan – one management” demikian juga dalam konteks pengelolaan bangunan irigasi. Pengelolaan yang terintegrasi, holistik dan berkesinambungan akan memberikan nilai positif bukan hanya dalam skala ruang (ruas - per ruas) namun juga dalam skala waktu. Pelaksanaan otonomi daerah perlu mencermati pelaksanaan pengelolaan jaringan irigasi yang lintas kabupaten (yang dilaksananakan oleh Propinsi) dengan penekanan bahwa kabupaten di bagian hulu juga merupakan satu kesatuan sistem dengan wilayah irigasi kabupaten di bagian hilir.

3. TAHAPAN PEMBANGUNAN

Tahapan pengelolaan bangunan irigasi, drainasi atau bangunan sipil pada umumnya dapat disederhanakan sebagai berikut:

· Studi Kelayakan

· Survai – Investigasi dan Desain

· Pembebasan Tanah (jika ada)

· Pelaksanaan Konstruksi

· Operasi dan Pemeliharaan

· Monitoring

· Evaluasi

Tahapan kegiatan ini akan berulang sebagaimana siklus, jika pada saat pelaksanaan evaluasi memutuskan untuk mengadakan perbaikan/rehabilitasi.

Dinas PU di Propinsi Jawa Tengah dalam melaksanakan tahapan kegiatan tersebut diatas telah menciptakan mekanisme sistem kontrol dan penjaminan mutu (quality insurance), dengan demikian kinerja bangunan sudah dirancang sedemikian sempurna sejak tahapan kegiatan paling awal. Konsekuensinya sistem pemeriksaan seharusnya dilakukan sejak tahapan awal dari mulai dari Survai Investigasi Desain dan tidak dapat ditentukan tanpa melihat prosesnya.

4. KINERJA BANGUNAN KEAIRAN

Keberfungsian bangunan

Bangunan keairan adalah sistem yang terintegrasi dalam satu kesatuan yang sinergi. Berbeda dengan bangunan sipil lainnya, bangunan irigasi jarang bisa berfungsi sebagai single structure, biasanya bangunan irigasi berfungsi sesuai dengan rencana jika sistem yang terkait dengan bangunan tersebut juga berfungsi normal. Lebih lanjut untuk mengadakan pemeriksaan bangunan irigasi dalam konteks satu sitem maka perlu dilakukan peninjauan ke seluruh jaringan.

Pemeriksaan keberfungsian bangunan irigasi dapat dilaksanakan satu-persatu atau kasus-perkasus namun dalam konteks sistem jaringan akan lebih tepat pemeriksaan/evaluasinya jika dilaksanakan untuk keseluruhan sistem. Untuk memudahkan pemeriksaan bangunan irigasi akan dilakukan dalam dua tahapan yaitu:

· pemeriksaan terhadap fungsi bangunan

· pemeriksaan terhadap struktur bangunan

Pemeriksaan terhadap fungsi bangunan secara sederhana adalah untuk menjawab pertanyaan apakah bangunan dapat berfungsi sebagaimana yang direncanakan? Sedang pemeriksaan terhadap struktur bangunan lebih mengarah kepada apakah kualitas konstruksi sesuai dengan spesifikasi teknis yang disyaratkan ? Dua paradigma pemeriksaan bangunan akan dikenalkan untuk memudahkan evaluasi dan membuat keputusan apakan bangunan sudah layak untuk dioperasikan? (pengertian feasible ditinjau berdasarkan kriteria teknis, ekonomi dan sosial)

Secara sederhana pemeriksaan bangunan irigasi secara fungsi dapat dikelompokkan dalam 4 kategori (reff. pekerjaan inventarisasi jaringan irigasi Bank Dunia oleh Konsultan JICA, 2002), yaitu sebagai berikut:

· Bangunan berfungsi dengan baik

· Bangunan masih dapat berfungsi dengan kendala

· Bangunan tidak dapat berfungsi dengan baik

· Bangunan sama sekali tidak dapat berfungsi

Dalam kondisi tertentu bangunan irigasi secara konstruksi/struktur keadaannya baik, namun tidak dapat berfungsi sesuai dengan rencana. Untuk mengatasi keadaan ini maka perlu review penataan sistem jaringan bila tidak memungkinkan maka bangunan akan sepenuhnya diperbaharui.

Kualitas bangunan

Kondisi fisik bangunan irigasi dapat berubah oleh karena berbagai sebab antara lain faktor internal misalkan karena keterbatasan kemampuan bangunan itu sendiri dan sebab dari luar misalkan erosi, cuaca, beban berlebihan, gaya external yang tak direncanakan. Kondisi diartikan sebagai gambaran utuh mengenai kondisi bangunan baik dilaksanakan secara visual maupun dideteksi di laboratorium bangunan. Sampai saat ini tidak ada pedoman yang baku mengenai tatacara penentuan kondisi fisik yang mengarah kepada kualitas bangunan, namun demikian secara umum hasil studi Monenco (1984) memberikan acuan penilaian kondisi fisik bangunan sebagai berikut:

No

Kondisi fisik

Penilaian kondisi fisik

1

2

3

4

5

Baik

Cukup

Rusak ringan

Rusak sedang

Rusak berat

86 – 100 %

66 – 85,9 %

45 – 65,9 %

26 – 45,9 %

0 – 25,9 %

Penilaian kondisi fisik ini ditentukan dengan suatu kriteria teknis. Kriteria penilaian kondisi fisik untuk masing-masing bangunan dijabarkan secara khusus/berbeda untuk masing-masing jenis bangunan yang akan secara detail dilaksanakan oleh ahli bangunan. Secara umum kriteria besarnya angka prosentase penilaian didasarkan kepada beberapa hal yaitu:

· Besarnya biaya untuk mereparasi/merehabilitasi

· Akibat/konsekuensi dari kerusakan/penurunan kondisi bangunan

· Jangka waktu pelaksanaan

· Metode atau tingkat kesulitan pelaksanaan

· Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan, dan sebagainya.

5. EVALUASI DAN TINDAK LANJUT

Penilaian kondisi jaringan (bangunan/saluran) keairan hanyalah salah satu tahapan dalam pengelolaan sistem irigasi. Hasil penilaian ini perlu segera diikuti dengan kegiatan tindak lanjut terlepas dari besaran/tingkat kondisi bangunan. Berikut ini disajikan informasi langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan berdasar hasil evaluasi kondisi. Jika bangunan sudah pernah berfungsi dengan baik maka konteks pengembalian fungsi dan kondisi bangunan dimudahkan dengan cakupan kegiatan pemeliharaan (maintenance) dan bukan pembangunan kembali (re-build). Bentuk kegiatan pemeliharaan dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu:

Pemelihaaraan sungai secara teknis dapat dikelompokkan dalam 3 tingkatan:

1. Pemeliharaan preventip

- Pemeliharaan rutin

- Pemeliharaan berkala

- Reparasi

2. Pemelihaaraan korektip

- Pemeliharaan khusus

- Rehabilitasi

- Rektifikasi

3. Pemeliharaan darurat

Penjelasan msing-masing kegiatan secara singkat adalah sebagai berikut:

1. Pemeliharaan Preventip

Pemeliharaan preventip, yaitu kegiatan yang dimaksudkan untuk melestarikan fungsi saluran maupun bangunan secara optimal.

Kriteria umum dari pemeliharaan preventip adalah:

a. Dilakukan terhadap bangunan yang kondisinya sudah mantap

b. Pemeliharaan perlu dilakukan secara terus menerus atau kontinyu

c. Terdiri dari pekerjaan pemeliharaan yang sederhana sehingga tidak memerlukan kelengkapan perhitungan disain maupun tim konsultan perencana.

d. Tidak dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan fungsi bangunan

Agar tingkat layanan suatu bangunan dapat dipertahankan, maka pemeliharaan preventip ini perlu dilaksanakan secara tertib dan terprogram dari waktu ke waktu tanpa menunggu gejala penurunan kondisi dan kestabilan struktur bangunan yang menyolok. Dengan demikian segala kebutuhan yang diperlukan untuk melaksanakannya dapat diprogramkan secara pasti.

Jenis kegiatan pemeliharaan preventip berupa:

a. Pemeliharaan rutin, yaitu keseluruhan pekerjaan yang dilakukan berulang ulang setiap tahun diatur berdasarkan jadwal misalnya:

- Membersihkan kotoran, semak dan tanaman liar yang menempel pada bangunan

- Memelihara gebalan rumput pada permukaan lereng tanggul

- Membuang sampah dan sangkrah yang mengganggu kelancaran pengoperasian bangunan.

b. Pemeliharaan berkala, yaitu Kegiatan yang dijadwalkan berlangsung dari waktu ke waktu dan berjaian menurut interval waktu terputus­-putus dengan tujuan melestarikan memelihara fungsi dan sarana-sarana yang tersedia, misalnya :

- pengecetan pintu bangunan

- servise besar pada instalasi pompa banjir

- overhaul kendaraan dan alat berat

c. Reparasi atau perbaikan kecil

Kegiatan berskala kecil yang dibutuhkan untuk memper­baiki bangunan agar kondisinya sesuai dengan kapasitas rencana yang disebabkan oleh kerusakan kecil, misalnya:

- Memperbaiki tanggul yang amblas atau permukaannya rusak

- Perbaikan pada bagian konstruksi pasangan batu yang lepas,

- Reparasi pintu angkat yang macet

- Memperbaiki jalan inspeksi

- Perbaikan AWLR atau staff gauge

2. Pemeliharaan Korektip

Pemeliharaan korektip yaitu lebih mendasar dikerjakan untuk mendapatkan bangunan seperti kondisi waktu dibangun.

Kriteria umum dari pemeliharaan korektip adalah:

a. Dilakukan pada bangunan sungai yang kondisi strukturnya mengalami kerusakan berat sehingga nilai kinerjanya kurang dari 70%.

b. Dilakukan apabila pemeliharaan rutin dipandang sudah tidak efisien lagi

c. Bertujuan mengembalikan dan menyempurnakan fungsi bangunan pada tingkat kemampuan layanan semula (tidak melampaui kemampuan layanan Rencana).

d. Kebutuhan pemeliharaannya didasarkan pada perhitungan perencanaan struktur dan analisa biaya secara khusus (tidak dapat distandardkan).

Pemeliharaan korektip dapat dibagi kedalam 3 bagian yaitu:

a. Pemeliharaan khusus, yaitu pekerjaan perbaikan berat yang perlu dilakukan setelah nilai kinerja suatu bangunan atau bagian bangunan sudah berada dibawah 70% dari Rencana sehingga pekerjaan pemelihaaraan preventip sudah tidak efisien lagi.

b. Rehabilitasi, yaitu pekerjaan perbaikan kerusakan bangunan dalam rangka mengembalikan fungsi bangunan yang nilai kinerjanya kurang dari 50%, menuju kepada kondisi semula tanpa merubah sistem dan tingkat layanan bangunan.

c. Rektifikasi, adalah pekerjaan pembetulan/koreksi atau penyempurnaan dalam skala terbatas guna menyempurnakan fungsi dan nilai kinerja suatu bangunan atau sistem jaringan.

Yang termasuk dalam kategori rektifikasi, misalnya: menambah bangunan baru atau mengubah panjang saluran dalam rangka antisipasi erosi/longsoran.

Rektifikasi ini diperlukan mengingat banyaknya fenomena alam yang sampai kini belum terpecahkan model matematisnya, sehingga pada waktu merencanakannya banyak dilakukan asumsi yang belum tentu tepat.

3. Pemeliharaan Darurat

Pemeliharaan darurat adalah pemeliharaan yang perlu dikerjakan pada waktu yang sangat mendesak dengan kualitas pekerjaan yang benar­benar darurat.

Kriteria umum pekerjaan pemeliharaan darurat adalah :

a. Dilaksanakan pada bagian­bagian bangunan sungai yang mengalami perubahan atau gangguan yang bersifat mendadak

b. Dilaksanakan pada kondisi darurat (bencana banjir, tanah longsor, dll).

c. Mutu hasil kerjanya bersifat darurat dan tidak perlu didukung dengan analisis perencaanaan yang mendetail

Pekerjaan pemeliharaan darurat tidak dapat diprogramkan sesuai keperluan, karena terjadinya kerusakan bangunan sungai bersifat mendadak dan gejalanya tidak diketahui sebelumnya, misalnya pada saat banjir, tanah longsor atau bencana lainnya.

6. PENGAWASAN PEMBANGUNAN

Manajemen atau pengelolaan bangungan keairan pada saat ini hanya dipusatkan pada kegiatan Operasional, Pemeliharaan, Optimalisasi dan Rehabilitasi. Salah satu kelompok penganganan yang membutuhkan kecermatan dan konsekuensi biaya yang cukup besar adalah Pemeliharaan dan Rehabilitasi.

Salah satu cara untuk melaksanakan pengawasan pada tahap pelaksanaan konstruksi dapat dimudahkan dengan menggunakan perangkat Rencana Mutu Kontrak Pekerjaan, sedang dokumen pendukung yang diperlukan meliputi :

  1. Buku Kontrak Pekerjaan
  2. Gambar Pelaksanaan (Shop drawings)
  3. Buku Spesifikasi Teknis Umum dan Spesifikasi Teknis Khusus
  4. Laporan Mutual Cek.

Prosedur Pengawasan dapat dilakukan pada tiga tenggang waktu yaitu pada saat awal pelaksanaan (MC 0), masa pertengahan (MC 50) dan pada saat akhir masa kontrak (MC 100).

Referensi:

1. Dept. Pekerjaan Umum, 2004, Pedoman Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif.

2. Dinas PSDA, Propinsi jawa Tengah, 2002, Standard Operasi dan Pemeliharaan Waduk dan Sungai di Jawa Tengah.


3 komentar: